
Jakarta – Kabar insiden siber serius mengejutkan industri perbankan nasional pada Senin (15/12/2025). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini menyoroti kasus pembobolan BI Fast ini. Kerugian finansial akibat kasus ini mencapai Rp200 miliar.
OJK menduga organisasi kriminal terorganisir mendalangi aksi peretasan tersebut. Pelakunya bukan peretas tunggal atau lone wolf.
Pola Serangan Sistematis dan Canggih
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK memberikan keterangan pers hari ini. Ia menyatakan pola serangan tersebut sangat canggih. Pelaku pembobolan BI Fast tidak menyerang secara frontal.
Mereka memanfaatkan celah micro-transaction secara massal dalam waktu singkat. Sumber internal OJK menjelaskan temuan ini lebih lanjut.
“Kami melihat anomali lalu lintas data yang sangat rapi. Ini bukan ulah peretas amatir. Polanya terstruktur dan masif untuk menghindari deteksi sistem,” ujarnya.
Insiden ini menyalakan alarm bahaya bagi ekosistem keuangan digital Indonesia. BI Fast memegang peran vital sebagai tulang punggung transaksi ritel nasional.
Gandeng Lembaga Internasional
OJK merespons insiden pembobolan BI Fast tersebut dengan cepat. Mereka berkoordinasi intensif dengan Bank Indonesia (BI) selaku operator sistem. Otoritas telah mengambil langkah mitigasi darurat. Mereka menutup celah keamanan target serangan pelaku.
Otoritas Indonesia juga mulai berkomunikasi dengan lembaga internasional. Mereka mencurigai keterlibatan sindikat lintas negara dalam kasus ini.
“Kami sedang menelusuri aliran dana. Pelaku mungkin melarikan dana ke luar negeri atau mengubahnya menjadi aset kripto. Kami mungkin perlu bekerja sama dengan interpol,” tambah keterangan tersebut.
Nasabah Harap Tetap Tenang
Pihak perbankan meminta masyarakat tetap tenang di tengah kabar ini. Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) menjamin keamanan dana nasabah. Serangan infrastruktur ini tidak berdampak langsung pada saldo rekening.
Pelaku pembobolan BI Fast menyasar settlement antar-bank. Mereka tidak menyerang rekening individu nasabah. Meski demikian, bank peserta BI Fast tetap menjalankan audit forensik digital. Mereka ingin memastikan sistem bersih dari malware.
Evaluasi Keamanan Siber Nasional
Kasus ini menambah daftar panjang serangan siber finansial tahun 2025. Pengamat siber mendesak pemerintah segera merevisi standar keamanan nasional.
Kerugian Rp200 miliar memang besar. Namun, hilangnya kepercayaan publik bisa menimbulkan kerugian yang jauh lebih fatal.